Seekor semut bercerita kepada
teman-temannya jika dia baru saja pergi kesebuah tempat nan jauh di sana dan
ditempuh hanya dalam waktu satu malam. Tidak ada yang percaya akan cerita semut
tersebut, semua mentertawakan bahkan mengolok-oloknya. “Mana mungkin bisa ke
sana dalam waktu satu malam saja?” cerca semut lainnya. Padahal tidak ada yang
tahu, jika semut tersebut menempel pada baju manusia dan membawanya terbang
naik pesawat melintasi antar benua dalam waktu singkat.
Allah SWT adalah Maha Kuasa atas segala
sesuatu. Tidak ada yang tidak mungkin bagi-Nya. Jika Allah SWT telah berkata “Kun” maka segala sesuatu bisa terjadi. Kisah semut di atas, adalah perumpamaan ketika
suatu yang tidak mungkin dapat menjadi mungkin, jika Allah SWT telah
berkehendak.
Buraq
Kendaraan Nabi SAW
Buraq berasal dari bahasa Arab yang
artinya cahaya atau kilatan. Buraq adalah tunggangan yang membawa Nabi Muhammad
ketika peristiwa Isra’ Mi’raj. Buraq merupakan sebuah kendaraan Nabi SAW yang
membawa Nabi SAW dengan kecepatan kilat.
“Hampir
saja kilat itu menyambar penglihatan mereka setiap kalai kilat itu menyinari ,
mereka berjalan di bawah sinar itu, dan apabila gelap menerpa mereka, mereka
berhenti. Sekiranya Allah kehendaki, niscaya Dia hilangkan pendengaran dan
penglihatan mereka. Sungguh Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS.
Al-Baqarah: 20)
Buraq memiliki kecepatan seperti kilat.
Kecepatannya berkali-kali lipat daripada kecepatan kilat dan melebihi kecepatan
alaikat sekalipun. Dengan kecepatannya itulah, maka tidak menutup kemungkinan,
jika peristiwa Isra’ Mi’raj dapat dilakukan dalam waktu satu malam saja.
Lantas, seperti apa bentuk dari Buraq
tersebut? “Al-Buraq, seekor binatang
putih, lebih kecil dari bagal dan lebih besar dari keledai dibawa kepadaku dak
aku bersama Jibril,” (HR. Bukhari). Ibnu Duraid mengatakan jika Buraq berasal dari kata Al-Barqi yang artinya
adalah kilatan karena kecepatannya melebihi cahaya.
Diriwayatkan dari Anas bin Malik bahwa
Rasulullah SAW pernah berkata, “Aku menunggani Al-Buraq binatang putih dan
panjang, lebih besar dari keledai tapi lebih kecil dari kuda, yang dapat
menempatkan tapak tumitnya menurut jarak yang berbeda, aku naik ke atasnya dan
sampai kepada Bait-Nya (Baitul Maqdis di Jerusalem)”. (HR. Muslim)
Peristiwa
Isra’ Mi’raj
Jika mengingat peristiwa Isra’ Mi’raj,
pasti akan teringat kisah Nabi Muhammad SAW. Seringkali definisi Isra’ Mi’raj
dianggap sebagai setu kesatuan peristiwa. Padahal Isra’ Mi’raj merupakan dua
peristiwa yang berbeda yang dialami oleh Rasulullah SAW.
Isra’ Mi’raj merupakan bagian dari
perjalanan yang dilakukan oleh Rasulullah SAW dalam waktu satu malam. Peristiwa
tersebut merupakan sebuah peristiwa penting untuk umat Islam. Karena pada
peristiwa tersebut, Nabi Muhammad SAW mendapatkan perintah untuk menunaikan
sholat lima waktu.
Isra’ Mi’raj merupakan dua peristiwa
berbeda yang terjadi pada waktu yang sama, yaitu dalam satu malam, namun dalam
perjalanan yang berbeda. Isra’ merupakan kisah perjalanan Nabi Muhammad dari
Masjidil Haram di Mekah ke Masjidil Aqsa Jerusalem. Sedangkan Mi’raj adalah
kisah perjalanan Nabi Muhammad dari bumi
naik ke langit ke tujuh dan dilanjutkan ke Sidratul Muntaha (akhir penggapaian)
untuk menerima perintah Allah SWT.
Karena peristiwa tersebut terjadi dalam
satu waktu, maka disebut Isra’ Mi’raj. Dalam melakukan perjalanan tersebut,
Rasulullah SAW ditemani Malaikat Jibril dengan menunggangi Buraq. Peristiwa ini
terjadi pada periode akhir kenabian di Mekah sebelum Rasulullah hijrah ke
Madinah. Menurut para ulama, peristiwa tersebut terjadi pada tahun pertama
sebelum hijrah, yaitu pada 27 Rajab tahun ke 10 kenabian.
Isra’ Mi’raj dimulai ketika Rasulullah
SAW mengendari Buraq bersama Malaikat Jibril. Jibril berkata, “Turunlah dan
kerjakan sholat.” Kemudian Jibril membimbing Rasulullah SAW kesebuah batu
besar, tiba-tiba Rasulullah SAW melihat
tangga yang indah, yang pada pangkalnya di Maqdis dan ujungnya menyentuh
langit. Kemudian naiklah Nabi Muhammad SAW dan Malaikat Jibril menuju langit ke
tujuh dan ke Sidratul Muntaha.
“Maha
suci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya (Muhammad) pada malam hari dari
Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar kami perlihatkan kepadanya sebagian
tanda-tanda kebesaran Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar, Maha Melihat, “ (QS. Al-Isra: 1)
Sungguh besar kuasa Allah SWT yang telah
menjadikan peristiwa Isra’ Mi’raj sebagai petunjuk kepada umat Islam agar
senantiasa mengikuti perintah Allah SWT. Dia lah yang Maha Kuasa atas sesuatu.
Termasuk menjadikan segala yang tidak mungkin menjadi mungkin.
Allah SWT adalah An-Nur, Dia pula yang
mengalirkan segala sesuatu dari cahaya Dzat-Nya, karena Dia pemberi cahaya di
langit dan bumi. Semoga dengan adanya kisah tentang peristiwa Buraq dan Isra’
Mi’raj, semakin menambah keimanan kepada Allah SWT. Aminn. *(Mar/ Berbagai Sumber)
*telahdipublikasikandimajalahsahabat2015
Komentar
Posting Komentar